Home » » PENJAGA INTEGRITAS GMIH

PENJAGA INTEGRITAS GMIH

Pdt. Sudinarto Kumihi, M.Si
Bagi sebagian orang judul tulisan ini mungkin terlambat dan atau tidak tepat mengingat bahwa secara organisasi GMIH telah terpecah sejalan dengan pelaksanaan SSI GMIH Pada 2013 yang berbuntut pada terjadinya dua kepengurusan dalam Sinode GMIH. Bagi penulis Bersikap pasrah, ikut arus atau nersikap fatalistis dan tidak mau tau dengan persoalan gereja, adalah suatu cara yang justru kurang mencintai gereja ini.

Konstelasi konflik GMIH Sesungguhnya belum berakhir, Tensinya nampak menurun, sejalan upaya penyelesaian masalah melalui jalan peradilan. Namun fenomena perpecahan justru kian menguat, dari basis kekuasaan (Tobelo) merambah keseluruh jemaat-jemaat GMIH Di Maluku utara, membawa serta isu, asumsi, dan beragam prasangka. Dapat pula ditunggangi kepentingangn elit dan atau kepentingan politik tertentu, yang oleh segellintir orang, memperoleh “keuntungan” dari konflik ini. Ini realitas konflik terpendam yang mengisi relasi sosial dikalangan warga GMIH Berbeda organisasi Sinodal, SSI , SSD, Sinode jalan kemakmuran atau Jalan Pemerintahan.

Realitas konflik terpendam itu bagaikan bara api dalam sekam, tidak terlihat namun dapat menyala dan membakar habis dengan seketika. Terhadap hal ini kita dapat beralibi, demikianpun para Teolog dapat berapologet,,,,: “Persoalan Gereja sudah dibawah keranah Hukum,Biarlah diselesaikan secara hukum”, dan terhadap pernyataan itu kita dapat mengajukan pertanyaan balik “Bisakah hal tersebut menyelesaikan masalah...,dapatkah pengadilan membubarkan organisasi keagamaan, Dapatkah rekonsiliasi dicapai diatas ambisi saling menggugat dan menghukum..”

Ini jelas tidak mungkin. Yang mungkin adalah kebencian akan terus meningkat, konflik akan makin mengurai, memperlebar jurang pemisah dan dengan demikian gereja akan kehilangan fungsinya sebagai apostolat Allah, memberitakan kabar baik dari Allah dalam Kristus
Lalu terhadap kenyataan itu, suara para hamba Allah masih santer terdengar dari atas mesbah kudus “ Kasihilah sesamamu Manusia seperti dirimu sendiri, (Mat 22:37 atau dalam doa “ Ampunilah kami seperti Kami juga mengampuni orang yang bersalah kepada kami” (Mat 6:12).
Layakah gereja dan atau para hamba akan terus mengkhotbahkan kasih dan pengampunan sementara mereka sendiri membenci dan atau membiarkan kekerasan merajalela..? Pernyataan paralel pernah pula disampaikan Paulus Kepada Jemaat di Roma sebagai antitese atas dosa dan pelbagai keburukan dalam jemaat “ bolehkah kita bertekun dalam dosa supaya semakin bertambah kasih karunia itu..?

Semua kutipan nas diatas menegaskan bahwa kasih, pengampunan diberi Allah didalam Kristus, tanpa pamrih, dan atau “syarat” Demikianpun kasih KaruniaNya, dinyatakan dalam pengorbanan, untuk “memulihkan suatu umat Kudus” agar dosa jangan lagi berkuasa dalam tubuhNya yakni jemaat. Ini suatu penyataan yang kontras ketika kita merayaakan paskah ditahun ini. Banyak jemaat Antusias dengan perayaan ini. Pemasangan bendera pelangi sepanjang jalan, lampu-lampu hiasan, taman paskah dan salib yang terpancang berurai kain unggu sebagai Tanda kerendahan dan pengorbanan Krsitus untuk memuliakan manusia.
Terhadap realitas itu kita dapat mengajukan setidaknya dua hypothesa:
 Kesadaran jemaat tentang pentingnya kasih, pengampunan, dan ataupun rekonsiliasi sebagai perwujudan kasih Kristus melalui salib terus bertumbuh.

 Perayaan-perayaan itu hanya kebiasaan untuk memelihara tradisi, supaya jemaat-jemaat nampak suci, dan tetap eksis sebagai organisasi dimata publik atau dimata BPHS. Perayaan gerejawi dalam penghayatan model ini berulangkali menuai Kritik para Nabi terhadap kebobrokan hidup umat Israel. “Bagaimana ini, Kota yang dulu setia sekarang sudah menjadi sundal ! Tadinya penuh keadilan dan disitu selalu diam kebenaran, tetapi sekarang penuh pembunuh. Perakmu tidak murni lagi dan arakmu bercampur air” (Yes 21-22) Bdk ayat 10-17.

Hal senada disampaikan pula Yeremia dalam khotbahnya tentang bait suci :

“Tetapi kamu percaya kepada perkataan dusta yang tidak memberi faedah, masakan kamu mencuri, membunuh, berzinah, bersumpah palsu, membakar korban kepada Baal dan mengikuti allah lain, kemudian kamu datang berdiri dihadapan-Ku dirumah yang diatasNya nama-Ku diseruhkan, sambil berkata ; Kita selamat, supaya dapat pula melakukan perbuatan yang keji ini ! Sudahkah menjadi sarang penyamun dimatamu rumah yang atasnya nama-Ku diseruhkan ini,..?

Kritik Yesaya dan Yeremia langsung menyentuh eksistensi dan integritas Israel sebagai umat pilihan Allah. Allah memilih mereka dari kumpulaan bangsa-bangsa lain, agar

mereka dapat menjadi alat berkat dari Allah untuk dunia, Untuk tujuan itu bangsa Israel harus mampu mereflesikan hidup imannya secara nyata. Kehiidupan ritual harus berbanding lurus dengan realitas sosial. Sebap jika tidak itu hanyalah suatu IBADAH YANG PALSU. Dan bahwa suatu ketika Allah akan bertindak memurnikan mereka. Penaklukan Yerusalem dan pembuangan Yehuda ke Babel oleh Nebukadnesar pada awal Abad ke -5 SM dan atau keruntuhan Israel (Samaria)abad ke-6 Olep para imam diyakini sebagai tindakan disiplin Allah untuk mengembalikan dan memulihkan Israel.

Ketika kita berefleksi terhadap semangat paskah yang begitu hidup dikalangan umat, muncul suatu pertanyaan penting “Benarkah suara menolak rekonsiliasi,niat melanjutkan perkara pada tataran peradilan, maupun pada tataran relasi sosial, adalah benar-benar keinginan warga gereja, ataukah aspirasi para elit yang diplintir dan dikerucutkan untuk membentuk opini warga, bahwa pemimpinya berada sebagai pihak yang paling benar yang harus disokong dan yang lain harus dipunahkan. Lalu terhadap hal itu dimana peran para Hamba Allah sebagai penjaga kebun Anggur Allah..... Diam.....,Pasrah....,Takut......., Atau ikut arus.... Dan membiarkan jemaat kawanan domba menjadi bulan-bulanan para serigala.

Opini ini bermaksud mengajak teman-teman (Para hamba Allah) untuk pro aktif terhadap masalah GMIH. Jika kita mengamini semua yang terjadi sebagai suatu cara Allah bertindak, atau paling tidak terjadi dalam pengetahuan Allah, maka dalam pergumulan itu kita mesti membuka diri dalam pergumulan “Apa renca-Nya bagi GMIH” Pertanyaan reflektif ini harus mendorong para hamba Tuhan untuk pro aktif terhadap upaya rekonsiliasi umat, mempercepat penyelesaian sengketa organisasi dan sedapat mungkin mengusakan penyelesaiannya melalui cara-cara gerejawi.

Masa ahir periode BPHS Hingga oktober 2017 adalah kesempatan yang menentukan bagi suatu integrasi GMIH, dan hingga kini nampak belum ada niat baik kearah maksud itu. Itu berarti 5 Tahun sesudahnya akan berdampak buruk pada keutuhan GMIH. Mari bergabung sebagai penjaga Integritas GMIH, Mendorong upaya rekonsiliasi,mendorong BPHS Membentuk Panitia Transisi atau semacamnya untuk SS XXVIII Untuk suatu Sinode GMIH yang baru, Utuh dan Misioner.,Tuhan Pasti Memberkati.

“Salam Damai”

Wari 27 Maret 2016-03-31

Sumber : http://gmih.or.id/penjagaintegritasgmih.html

ARTIKEL TERKAIT

Copyright © 2017. PANITIA SIDANG SINODE GMIH XXVIII TAHUN 2017 - All Rights Reserved