Pdt. Grace M. Rubawange, S.Si.Teol
Setelah Saul ditolak sebagai raja atas Israel, Tuhan memilih seorang pemuda, dari keturunan Isai, Si anak bungsu penggembala domba, bernama Daud. TUHAN berkata kepada Samuel, Abdi-Nya; “Bawalah seekor lembu muda dan katakan; aku datang untuk mempersembahkan korban kepada TUHAN, undanglah Isai ke upacara pengorbanan itu, lalu Aku akan memberitahukan kepadamu, apa yang harus kau perbuat. Urapilah bagi-Ku, orang yang akan Kusebutkan kepadamu”.
Setelah semua anak Isai tampil di hadapan Samuel, Tuhan menyatakn kepadanya bahwa IA tidak berkenan atas mereka semua, hingga dipanggil si bungsu, Daud yang sedang menggembalakan domba di padang. Ternyata TUHAN memilih anak muda kemerah-merahan itu. Tuhan berfirman: “Bangkitlah, urapilah dia, sebab inilah dia”, maka Samuel pun melakukan persis seperti yang difirmankan TUHAN kepadanya. Diurapilah Daud dengan minyak urapan di kepalanya sebagai tanda perkenanan TUHAN.
Melalui Alkitab kita tahu juga bahwa umat Israel terkenal dengan tradisi pengurapan dengan minyak baik di kepala sebagai tanda orang itu dipilih oleh Tuhan untuk tugas khusus (Band.Maz.133:2). Ketika Daud diurapi dengan minyak melalui imam Samuel, TUHAN menandai dia sebagai raja atas Israel, di masa depan. Daud tidak langsung menjadi raja saat itu, tetapi Daud dipersiapkan secara khusus dengan melalui pendidikan di lingkungan istana raja Saul. Daud menjadi pemain kecapi menghibur Saul ketika Saul kerasukan roh jahat. Selanjutnya Tuhan menempatkan Daud di tengah-tengah pertempuran melawan tentara Filistin yang sangat ditakuti karena pengalaman dan keperkasaannya dalam peperangan, yaitu Goliat. Tetapi kuasa pengurapan TUHAN menyertai Daud di setiap langkahnya. Prestasi demi prestasi diraih Daud dalam peperangan karena kuasa pengurapan TUHAN menyertai dia. Dengan nama TUHAN semesta alam yang mengurapi dia, Daud mengalahkan pahlawan Filistin yang perkasa itu (ISam.17:45).
Harun juga diurapi TUHAN sebagai imam.
Maz.133:2 “seperti minyak (minyak Zaitun terbaik) yang baik di atas kepala meleleh ke janggut Harun, dan ke leher jubahnya. Ay.3. seperti embun gunung Hermon yang turun ke gunung-gunung Sion.... ke sanalah TUHAN memerintahkan berkat kehidupan untuk selama-lamanya”.
Dua perikop ini mengajarkan kita tentang otoritas, yaitu; kuasa dari TUHAN melalui pengurapan minyak. Daud sangat menghargai kuasa pengurapan TUHAN. Terbukti ketika Daud punya kesempatan besar untuk membunuh Saul, setelah berulangkali ia dikejar-kejar Saul untuk dibunuh. Apa kata Daud kepada Abisai yang menghasut Daud untuk membunuh Saul? Kata Daud: “Jangan musnahkan dia, sebab siapakah yang dapat menjamah orang yang diurapi TUHAN, dan bebas dari hukuman (1Sam.26:9,10)? Selanjutnya Ayat.11, Daud berkata “Kiranya TUHAN menjauhkan daripadaku untuk menjamah orang yang diurapi TUHAN...”. Daud takut terhadap rencana Saul tetapi ia lebih takut kepada hukuman TUHAN jika ia menyentuh orang pilihan yang diurapi TUHAN.
Mengapa Daud harus takut kepada Saul? Bukankah Daud sendiri tahu bahwa Saul telah ditolak TUHAN dan TUHAN sendiri telah mengurapi dia menjadi raja atas Israel? Bukankah TUHAN telah menaruh kuasa atas Daud melalui pengurapan itu? Ya. Memang TUHAN telah memberi kuasa-Nya atas Daud, tetapi bukan untuk melangkahi otoritas TUHAN, mencabut nyawa manusia. Daud diurapi sebagai tanda perkenanan TUHAN untuk mendidik, melatih dan mempersiapkan Daud menjadi raja yang berjaya turun-temurun. Daud memperoleh kuasa yang semakin hari semakin besar oleh karena ketaatannya kepada otoritas/kuasa tertinggi. Kita lihat bagaimana sikap Daud terhadap Saul,dengan menunjukan rasa takut dan hormat Daud kepada TUHAN, ia berkata : “TUHAN akan membalas kebenaran dan kesetiaan setiap orang, sebab TUHAN menyerahkan engkau pada hari ini ke dalam tanganku, tetapi aku tidak mau menjamah orang yang diurapi TUHAN”(ay.23). Perkataan dan sikap Daud ini meruntuhkan kebencian Saul atas Daud dan menggantikan kebencian itu dengan berkat dari mulut Saul; “diberkatilah kiranya engkau, anakku Daud. Apapun juga yang kau perbuat, pastilah engkau sanggup melakukannya”.
Bagaimana dengan kita? Masih adakah penghargaan terhadap kuasa pengurapan TUHAN?
Mungkin pemahaman warga gereja tentang otoritas/kuasa dari pengurapan TUHAN hanya terbatas pada Pelayan Khusus (Pelsus), yaitu: Pendeta, Penatua dan Diaken, sebagai orang yang diutus secara khusus untuk melaksanakan tugas khusus pula. Tetapi yang dimaksudkan dengan kuasa pengurapan di sini adalah sesuai dengan firman TUHAN dalam Alkitab, yaitu: struktur atau hierarkhi yang ditetapkan TUHAN untuk mengatur kehidupan manusia. Misalnya: dalam kehidupan berbangsa dan bermasyarakat; Pemerintah adalah pemegang otoritas karena ‘pemerintah adalah Wakil Tuhan di bumi yang diberi kuasa untuk menyandang pedang’. Dalam keluarga; yang memegang otoritas adalah orang tua terhadap anak-anak; otoritas kakak atas adik, karena firman Tuhan ‘hai anak-anak hormatilah orang tuamu supaya baik keadaanmu’ dan ‘hendaknya orang-orang muda menghormati orang yang lebih tua’, antara Suami-istri ada otoritas pada suami sebagaimana firman katakan ‘hai istri-istri tunduklah kepada suamimu’; dalam persekutuan jemaat otoritasnya ada pada Pelayan/Pendeta karena sebagaimana para imam ketika dipilih, TUHAN berfirman ‘urapilah dia menjadi imam bagi-Ku”.
Suatu pengurapan memiliki kuasa oleh karena firman TUHAN. Oleh karena itu, pengurapan dengan minyak bisa saja dilakukan dengan iman bahwa TUHAN berkenan atas orang yang diurapi itu. Akan tetapi kuasa atau otoritas itu dapat dicabut oleh TUHAN, jika orang itu tidak menghormati pengurapan TUHAN atasnya. Lihat saja misalnya raja Saul; atau Esau yang tidak menghargai otoritasnya sebagai anak sulung yang ditetapkan TUHAN sebagai anak yang berhak menerima warisan terbaik (hak kesulungan) dari TUHAN maupun dari orang tuanya.
Kalau kita mau jujur, gereja kita dewasa ini mulai kehilangan kuasa. Apa buktinya? Warga jemaat menolak pendeta, pendeta/jemaat menolak SK mutasi dari pimpinan sinode, persoalan gereja diselesaikan di meja hijau (pengadilan); gereja mulai kehilangan kekuatan/kuasa untuk menyelesaikan persoalan gereja.
Padahal jika semua orang memahami prinsip dari kuasa pengurapan ‘seperti minyak yang baik di kepala Harun yang meleleh ke janggut dan ke leher jubahnya’ dan ‘seperti embun gunung Hermon yang mengalir ke gunung-gunung Sion’, artinya berkat yang mengalir dari atas ke bawah (Berkat Pengurapan dari TUHAN melalui: Pelayan-Nya, Pemerintah, orang tua atau orang yang lebih tua, Suami, Tuan/Majikan,dst)
Perikop ini mengajarkan kita tentang otoritas, kuasa mengalirkan berkat dari Tuhan dari tempat yang tinggi turun ke tempat rendah, dari gunung Hermon (dataran tertinggi di Israel) ke gunung-gunung Sion di bawahnya. Air dari gunung Hermon mengalir menghidupi wilayah di bawahnya. Itulah berkat yang turun dari atas ke bawah. Dalam kehidupan kita; TUHAN adalah pemegang kuasa/otoritas tertinggi, diberikan kepada pelayan-Nya untuk memberkati umat, Pemimpin (Raja,presiden,gubernur,bupati,dst) untuk memberkati rakyatnya seperti Daud memberkati rakyatnya; otoritas Tuan atas hamba; dalam keluarga; orang tua memegang kuasa untuk memberkati anak-anak, suami memegang kuasa atas istri, kakak atas adik (anak sulung).
Gereja mulai kehilangan kuasa karena tidak menghayati tentang siapa pemegang otoritas tertinggi; yaitu TUHAN, yang diberikan kepada setiap orang. Kita tidak meyakini bahwa TUHAN yang memegang otoritas atas gereja, sehingga persoalan gereja, dihadapkan ke meja hijau. Gereja meminta keadilan dari manusia, seolah gereja mencari pembenaran dari manusia. Gereja telah kehilangan kuasa karena tidak percaya otoritas TUHAN sehingga banyak dari hamba Tuhan/pelayan TUHAN menjadi hamba manusia, bukan menghamba kepada TUHAN. Ada begitu banyak orang yang malah menolak firman Tuhan karena tidak sesuai dengan dogma dan tradisi gereja. Manusia memfirmankan pikirannya, sementara firman TUHAN dipikir-pikir dulu, dianalisa dulu, ditafsir dulu dari segala sudut pandang. Tanpa disadari, gereja telah merendahkan wibawa Alkitab sebagai Kitab Suci (firman TUHAN) yang memiliki wibawa tertinggi dari buku-buku lainnya. Padahal harusnya kita memahami alkitab dengan terang hikmat Tuhan,agar tulisan-tulisan itu hidup dan berkuasa bagi orang yang percaya.
Bagaimana sikap kita sebagai Orang yang diurapi TUHAN dan bagaimana sikap kita terhadap orang lain yang diberi otoritas oleh TUHAN untuk memimpin kita?
Sebagai orang-orang yang diurapi TUHAN untuk tugas khusus, kita harus menghormati otoritas tertinggi, yaitu TUHAN Yesus Kristus.
Sebagai orang yang diutus dan diurapi TUHAN, kita harus menghargai dan memanfaatkan otoritas/kuasa yang diberikan TUHAN itu untuk memberkati orang lain, bukan untuk mengutuk, mengancam, menekan atau menakut-nakuti umat. Dan menghadapi orang-orang yang diurapi TUHAN, harusnya kita menunjukan juga rasa hormat kita akan pengurapan TUHAN sebagaimana sikap Daud terhadap Saul dalam pembahasan sebelumnya. Kunci dari kuasa pengurapan itu adalah kerendahan hati untuk mau tunduk pada kebenaran (firman) TUHAN.
Saya percaya, sebagaimana Daud yang ditandai oleh TUHAN dengan minyak urapan, orang yang kita berkati (termasuk dengan minyak urapan) juga akan diingat TUHAN, seperti Daud; “sejak hari itu dan seterusnya, berkuasalah Roh TUHAN atas Daud”.
Jika kita semua memahami dan mau belajar dari Daud yang begitu menghargai otoritas dan kuasa pengurapan TUHAN, tentu tidak akan ada lagi permusuhan antar gereja, antar pelayan, antara jemaat, antar kakak-adik, suami-istri, orang tua anak, antara rakyat dan pemimpinnya. Jika semua orang menghargai otoritas di atasnya, kita semua tentu akan hidup rukun dan damai; untuk itu jaminannya adalah kepada kita TUHAN akan perintahkan; berkat, kehidupan untuk selama-lamanya.
Atas dasar teologi ini, Penulis mengusulkan: pertama, dalam rangka pengembangan liturgi alkitabiah, gereja dapat mengangkat simbol profetik ‘minyak urapan’ dan melakukan berkat pengurapan dalam liturgi Pentahbisan Vikaris menjadi Pendeta dan Pelantikan Pimpinan Gereja.
Kedua, berdasarkan penghayatan atas firman TUHAN di atas, Penulis mengajak umat untuk Tunduk pada otoritas Pemerintah oleh karena rasa takut akan TUHAN yang memberinya kuasa untuk menyandang pedang (menghakimi menurut hukum yang berlaku,red).
Semoga refleksi kecil ini dapat memberi inspirasi bagi kita semua untuk lebih menghargai pengurapan TUHAN atas setiap orang.
- Penuis Adalah Kepala Biro Infokom GMIH
sumber : http://gmih.or.id/tundukkepadapemerintah.html
sumber : http://gmih.or.id/tundukkepadapemerintah.html